Senin, 09 Februari 2009

Terapi Disfungsi Ereksi Pada Penderita Diabetes

Terapi Disfungsi Ereksi Pada Penderita Diabetes

Umumnya pria yang menderita diabetes melitus diikuti dengan keluhan terjadinya gangguan ereksi atau disfungsi ereksi. Yap! Itu adalah salah satu komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita diabetes. Yuk kita simak kaitan diabetes dengan terjadinya gangguan yang dapat membuat pria kehilangan kepercayaan dirinya..

Salah satu komplikasi tersering pada diabetes melitus adalah terjadinya gangguan ereksi atau disfungsi ereksi (DE). Kedaan ini dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan pada pembuluh darah maupun persarafan serta perubahan-perubahan pada otot polos penis. Lebih dari itu faktor psikis juga dapat merupakan penyebab DE pada 10-27% kasus diabetes melitus.

Di Indonesia diperkirakan sekitar 40-50% penderita diabetes mengalami DE dan dibanding dengan penderita DE pada umumnya, DE pada penderita diabetes timbul pada usia yang lebih muda. Dengan meningkatnya jumlah penderita diabetes yang terus menerus tiap tahun, terutama di negara berkembang, akan meningkatkan jumlah penderita DE. Pelayanan penderita diabetes yang makin baik akan mengubah pola komplikasi diabetes dari yang akut menjadi menahun, hal ini berarti akan menambah jumlah penderita DE yang mengalami komplikasi menahun. Suatu penelitian menyebutkan bahwa hanya 18% dari keseluruhan penderita DE dan diabetes yang mendapat pengobatan untuk DE-nya. Selain itu hanya 18-27% penderita DE dan diabetes akan memulai diskusi tentang DE, sehingga dokter harus lebih aktif menanyakan tentang fungsi ereksi pada penderita diabetes.

Pada dasarnya penanganan DE pada penderita diabetes dilakukan dengan tetap berpegang pada pedoman penatalaksanaan disfungsi ereksi secara umum. Pada tahap pertama dilakukan identifikasi ada tidaknya disfungsi ereksi atau proses diagnostik yaitu anamnesis (tanya jawab) mengenai masalah medis, seksual dan psikososial. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium juga merupakan hal penting yang perlu dilakukan. Proses ini akan menghasilkan konfirmasi diagnostik dan juga diketahuinya penyebab maupun faktor risiko terjadinya disfungsi ereksi. Penting diketahui apakah selama ini diabetesnya terkontrol dengan baik atau tidak.

Selanjutnya dilakukan edukasi dan diskusi dengan penderita sehingga dapat dipadukan hal-hal yang sebaiknya dilakukan sesuai keinginan penderita. Penderita berhak mendapatkan informasi mengenai pilihan terapi yang ada dan juga kemungkinan penyembuhan sehingga sejak awal penderita sudah mengetahui tahapan pengelolaan yang harus dilaluinya.

Proses ketiga adalah melakukan usaha-usaha untuk mengubah atau menghilangkan faktor penyebab, misalnya dengan mengganti atau menghentikan obat-obatan yang dapat memperburuk fungsi ereksi, suplementasi hormon ataupun terapi pembedahan serta mengontrol gula darah. Cukup sering didapati adanya faktor risiko lain yang berhubungan dengan diabetes dan disfungsi ereksi seperti aterosklerosis (terjadinya pengerasan pembuluh darah) dan hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi). Juga ditemukan pengaruh faktor psikis pada penderita diabetes yang juga berpengaruh terhadap kemampuan ereksi.

Bila usaha untuk mengubah faktor penyebab tidak berhasil mengembalikan kemampuan penderita bersanggama maka dilakukan terapi yang terdiri atas beberapa lini. Terapi lini pertama merupakan terapi yang sebaiknya ditawarkan lebih dulu pada penderita, bila gagal baru ditawarkan terapi lini kedua dan ketiga. Kriteria untuk menetapkan lini terapi yang lebih awal adalah: kemudahan, reversibilitas, terapi yang tidak invasif dan keterjangkauan biaya.

Terapi lini pertama adalah obat oral, pompa vakum dan terapi psikoseksual. Obat oral pertama yang pernah diberikan pada penderita DE pada diabetes adalah pentoksifilin, yang ternyata hasilnya tidak memuaskan. Obat oral selanjutnya yang dapat diberikan adalah sildenafil. Obat ini digunakan hanya pada waktu akan sanggama dan berhasil pada 48-61% penderita tanpa adanya perbedaan pada diabetes tipe I (yang bergantung pada insulin) dan tipe II (yang tidak bergantung insulin). Secara umum pompa vakum memberikan hasil baik (75-80%), sayang tidak ditemukan laporan yang menyebutkan keberhasilan cara ini pada penderita diabetes. Terapi psikoseksual pernah dinilai pada penderita diabetes dengan gangguan psikoseksual yang jelas dan berhasil pada 60% penderita.

Terapi lini kedua adalah injeksi intrakavernosum dan aplikasi intrauretral. Injeksi intra korpus kavernosum berhasil pada 78% penderita, tetapi 60% di antaranya tidak meneruskan terapi setelah 6 bulan pemakaian. Aplikasi intrauretral memberikan hasil sekitar 48-70%.

Implantasi prostesis penis merupakan terapi lini ketiga. Keberhasilan cara ini mencapai 80-90%, tapi perlu diingat cara ini merupakan alternatif terakhir karena sekali prostesis diimplantasikan tidak ada cara lain yang masih bisa digunakan.

Semua pilihan terapi memerlukan tidak lanjut yang terus menerus dalam rangka melakukan monitor terhadap efek samping maupun memberikan alternatif terhadap pengobatan baru disfungsi ereksi yang terus berkembang dengan cepat.

1 komentar:


Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan, walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan Kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya. Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterimakasih atas karunia tersebut.